Friday, April 2, 2010

Keperawatan Kritis, Bantuan Hidup Dasar ( BHD ) Bagian 1

Bantuan Hidup Dasar meliputi penilaian terhadap gejala dan tanda Henti Jantung Mendadak (Sudden Cardiac Arrest), serangan jantung, Stroke, dan Sumbatan jalan napas oleh benda asing; Resusitasi jantung paru (RJP); dan defibrilasi dengan menggunakan automated external defibrilator (AED). Pelajaran ini diperuntukkan bagi penolong awam dan petugas kesehatan. Henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian utama di Amerika serikat dan Kanada. Irama jantung yang pertama kali terlihat, sebanyak > 40% pada korban diluar rumah sakit dengan henti jantung mendadak adalah Fibrilasi Ventrikel. Pada kenyataannya banyak korban pada awal kejadian henti jantung mendadak irama jantungnya adalah Fibrilasi Ventrikel atau Takikardi Ventrikel, tetapi dengan berjalannya waktu irama pertama yang terlihat telah berubah menjadi asistol. Banyak korban henti jantung mendadak dapat tertolong jika penolong melakukan sesuatu (RJP) dengan cepat selama irama jantung masih fibrilasi ventrikel, tetapi keberhasilan resusitasi tidak akan pemah terjadi jika irama telah berubah menjadi asistol. Pengobatan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel adalah penolong segera melakukan RJP dengan dilakukan defibrilasi. Penyebab henti jantung mendadak dapat disebabkan oleh trauma, overdosis obat, tenggelam, dan asfiksia pada anak-anak, RJP dengan melakukan kompresi dan bantuan pernapasan harus dilakukan pada korban tersebut. AHA menggunakan 4 buah lingkaran dalam sebuah rantai (the “Chain of Survival") untuk mengilustrasikan pentingnya tindakan dalam menolong korban dengan henti jantung mendadak dengan fibrilasi ventrikel.

Periksa Kesadaran

Setelah penolong yakin bahwa lingkungan telah aman, penolong harus memeriksa kesadaran korban. Cara melakukan menilaian kesadaran, tepuk atau goyangkan korban pada bahunya sambil berkata " Apakah Anda baik-baik saja?" jika korban ternyata bereaksi tetapi dalam keadaan terluka atau perlu pertolongan medis, tinggalkan korban segera mencari bantuan atau menelepon ambulance, kemudian kembali sesegera mungkin dan selalu menilai kondisi korban.

Mengaktifkan sistem gawat darurat

Jika penolong seorang diri menemukan korban yang tidak sadar (tidak ada pergerakan atau tidak bereaksi terhadap rangsangan), penolong harus mengaktifkan sistem gawat darurat, ambil AED (jika tersedia), dan kembali ke korban untuk melakukan RJP dan mempergunakan AED jika diperlukan. Jika ada 2 atau lebih penolong, salah satu penolong memulai RJP dan penolong lainnya mengaktifkan sistem gawat darurat serta mengambil AED (jika tersedia). Jika keadaan gawat darurat terjadi didalam gedung yang telah mempunyai sistem Gawat Darurat sendiri, segera memberitahukan untuk melakukan pertolongan. Petugas kesehatan dapat menyesuaikan rangkaian pertolongan sesuai dengan penyebab henti jantungnya. Jika seorang petugas kesehatan seorang diri melihat seorang dewasa atau anak-anak mendadak pingsan, serta kemungkinan pingsan tersebut disebabkan oleh gangguan jantung, maka petugas kesehatan segera mencari bantuan dan mengambil AED serta kembali ke korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED. Jika petugas kesehatan seorang diri menolong korban yang tenggelam atau korban lain yang disebabkan oleh Asfiksia untuk semua usia, petugas kesehatan harus melakukan 5 siklus (kurang lebih 2 menit) RJP sebelum meninggalkan korban untuk mengaktifkan sistem gawat darurat. Ketika meminta bantuan pertolongnn, penolong harus dapat menjawab pertanyaan dari petugas gawat darurat tentang lokasi kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban, dan jenis pertolongan yang akan diberikan.

Buka jalan nafas dan Periksa Pernafasan

Untuk persiapan tindakan RJP, letakan korban pada alas atau tempat yang keras dalam keadaan terlentang, jika korban yang tidak sadar dalam keadaan tengkurap, putar korban keposisi terlentang. Jika pasien di rumah sakit dengan menggunakan Advanced Airway (ETT, Laryngeal mask airway (LMA) atau esophageal tracheal combitube (combitube) tidak dapat ditempatkan pada posisi terlentang (misalnya pada Operasi Tulang Belakang), petugas kesehatan dapat melakukan RJP dengan posisi pasien tengkurap.

Buka jalan Nafas

Petugas kesehatan menggunakan manuever tengadah kepada topang dagu (head till-chin lift manuver) untuk membuka jalan napas untuk korban yang tidak mengalami cedera kepala dan leher. Jika petugas kesehatan memperkirakan adanya trauma pada tulang belakang, membuka jalan napas dengan mempergunakan tehnik Jaw Thrust tanpa ekstensi kepala. Dikarenakan membuka jalan napas dan pemberian pernapasan yang adekuat adalah prioritas utama pada RJP , maka pergunakan tehnik tengadah kepala topang dagu jika tehnik Jaw Thrust tidak berhasil membuka jalan napas.

Periksa Pernafasan


Sambil mempertahankan terbukanya jalan napas, lakukan tehnik lihat, dengar dan rasakan untuk memeriksa pernapasan. Jika penolong awam dan tidak yakin dapat menilai pernapasan normal atau jika petugas kesehatan tidak mendeteksi pernapasan yang adekuat selama 10 detik, berikan 2 kali bantuan pernapasan. Jika penolong awam dan petugas kesehatan segan (tidak mau melakukan) atau tidak dapat memberikan bantuan pernapasan, mulailah kompresi dada. Petugas kesehatan sama dengan penolong awam dapat terjadi kesalahan dalam menilai pernapasan pada korban yang tidak sadar, karena jalan napas tidak terbuka atau korban dalam keadaan gasping (napas satu-satu), dimana dapat terjadi pada menit pertama setelah henti jantung mendadak dan dapat keliru dengan pernapasan adekuat. Pernapasan gasping (napas satu-satu) tidak efektif, korban harus diberikan bantuan pernapasan jika tidak bernapas. Pelatihan RJP harus dapat menekankan pentingnya mengenal pernapasan gasping dan memberikan perintah untuk memberikan bantuan pernapasan dan memulai rangkaian RJP ketika korban tidak sadar memperlihatkan pernapasan gasping.

Bersambung....

No comments: